Judul Buku : Meniti Bianglala (The Five People You Meet in Heaven)
Penulis :
Mitch Albom
Penerjemah : Andang H. Sutopo
Desain
sampul : Eduard Iwan
Mangopang
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tebal : 208 halaman; 20 cm
Cetakan :
I. April 2005 , V. April 2011
"Bahwa tidak ada kejadian yang terjadi secara acak.
Bahwa kita semua saling berhubungan. Bahwa kau tidak bisa memisahkan satu
kehidupan dari kehidupan lain, sama seperti kau tidak bisa memisahkan embusan
udara dari angin."
Setelah di hari pertama proyek #5BukuDalamHidupku
saya memasukkan buku "Rembulan Tenggelam di Wajahmu", maka rasanya di
hari kedua ini saya tidak bisa tidak memasukkan buku ini sebagai buku kedua
yang memberikan pengaruh buat saya. Tak hanya di kehidupan yang saling
berhubungan dan berkaitan satu sama lain, buku pun juga memiliki keterkaitan
satu sama lain. Pasti kita sering mendengar bagaimana seorang penulis ditanya
"siapa penulis favoritmu?" atau "siapa saja penulis yang
mempengaruhi tulisanmu?" Seperti itulah. Setiap tulisan mempengaruhi
tulisan lainnya. Seperti buku ini yang masuk dalam daftar perburuan saya karena
saat saya membaca-baca ulasan mengenai Rembulan (sebut saja singkatnya begitu),
buku ini pun disebut-sebut oleh banyak orang : yang katanya bang Tere (penulis
Rembulan) meniru tulisan inilah, yang katanya bang Tere plagiat-lah, dan
berbagai “katanya-katanya” lainnya. Maka ketika saya menemukan buku ini di bazaar
Gramedia bulan Juni lalu, saya pun tak
ragu untuk membawanya pulang dan segera membacanya. Lantas, setelah selesai membaca,
apakah saya menemukan apa yang telah dilontarkan orang-orang tersebut? Hhhm…
rasanya saya tak hendak menganalisisnys lebih dalam. Memang ada kemiripan dalam
isi ceritanya : jika di Rembulan konsepnya adalah lima pertanyaan, di buku ini
konsepnya bertemu dengan lima orang yang menjelaskan mengenai kehidupan. Namun
sekali lagi, saya tidak ingin (atau belum ingin) menganalisis dua karya ini karena
yang saya ingin sekarang hanyalah berbagi tentang buku ini yang memberikan pengaruh
buat saya (lagi-lagi) tentang kehidupan, juga cinta.
Masing-masing
orang mempunyai bayangan sendiri tentang surga, begitu pula sebagian besar
agama; semuanya patut dihormati. Versi yang digambarkan di sini hanyalah
dugaan, harapan, agar paman saya, dan orang-orang lain seperti dia – yang merasa
keberadaannya di dunia tidaklah penting – akhirnya menyadari betapa mereka
sangat berarti dan disayangi.
Begitulah pengantar dari sang penulis yang mempersembahkan
buku ini untuk pamannya. Pada awal membaca bagian ini, saya membacanya
biasa-biasa saja. Namun, setelah saya menyelesaikan membaca dan kembali membaca
bagian ini, saya merasa terenyuh : … agar
paman saya, dan orang-orang lain seperti dia – yang merasa keberadaannya di
dunia tidaklah penting – akhirnya menyadari betapa mereka sangat berarti dan
disayangi. Pernahkah kamu merasa menjadi manusia yang tidak penting di
dunia ini? Pernahkah kamu merasa terjebak dalam pusaran kehidupan yang tidak
kamu suka dan kamu tidak bisa menerimanya? Sebagai manusia (yang sangat sangat biasa)
saya pernah merasakannya. Rasanya sungguh tidak enak dan mengganjal di hati.
Rasanya sungguh sangat tidak nyaman, tidak menentramkan. Namun bersyukur, saya
tidak sampai merutuki apa yang terjadi dan tak sampai menyilet-nyilet diri
(oke, ini berlebihan), dan saat membaca buku ini, saya seperti diingatkan untuk
tak lagi merasa tidak penting, untuk tidak mempertanyakan dan (menyalahkan) mengapa
hal-hal tertentu (yang tak mengenakkan tentu) terjadi dalam hidup.
Buku ini berkisah tentang bernama Eddie (Edward), lelaki tua
veteran perang yang menghabiskan masa tuanya sebagai teknisi maintenance di taman hiburan Ruby Pier. Di usianya yang menginjak 83
tahun, Eddie praktis kehilangan semua orang yang dicintainya: ibunya, istrinya
meninggal dunia di usia 47 tahun, dan tinggallah ia sendirian. Sekalipun ia
bekerja di tempat yang penuh keceriaan dan hingar bingar, namun tetap ia merasa
sepi dan ia pun membenci rutinitasnya di Ruby
Pier, tempat yang sudah akrab dengannya sejak kecil, ia benci harus meneruskan
pekerjaan ayahnya ini. Ia benci harus terjebak dalam rutinitas kehidupan yang
begini-begini saja, ditambah rasa hampa harus menjalani hidup sendirian. Hingga sampailah
ia pada akhir kehidupannya yang ternyata berakhir di Ruby Pier saat ia menolong seorang gadis kecil dari wahana mainan.
Dan di akhir kehidupannya, perjalanan menuju “kehidupan lainnya” pun dimulai
dengan bertemu lima orang yang menjelaskan arti kehidupannya di dunia yang
dianggapnya tidak berharga.
Jika di buku Rembulan saya merasa jalan ceritanya terlalu
panjang dan bertele-tele sehingga membuat ngantuk (saya sempat merasakannya di bagian
awal) (ohya maafkan jika saya selalu mengaitkan Rembulan dengan buku ini), maka
di buku ini saya menemukan pemaparan yang lebih sederhana dan singkat, namun
padat isinya. Rasanya setiap kali membalikkan kertas, ada saja kutipan yang
bermakna dan membuat saya sangat “hidup” saat membacanya. Saya suka dengan
pertemuan Eddie dengan kelima orang (baik yang dikenalnya maupun tidak dikenal)
yang menjelaskan tentang kehidupannya. Namun ada dua pertemuan yang paling saya
suka : yaitu saat Eddie bertemu dengan orang ketiga, Ruby Pier dan orang
keempat, yaitu Margueritte, istrinya.
Apa yang
saya suka dari pertemuan Eddie dengan Ruby Pier? Oh tunggu, Ruby Pier? Mengapa
namanya sama dengan nama taman hiburan tempat Eddie bekerja? Eddie pun tak
mengenali orang ini (orang ini adalah orang kedua yang tidak ia kenali, namun
bisa-bisanya menjelaskan hidupnya?)
“Kejadian-kejadian
yang tejadi sebelum kau dilahirkan tetap mempunyai pengaruh pada dirimu. Dan
orang-orang yang hidup sebelum kau juga mempunyai pengaruh pada dirimu.”
Ruby Pier adalah alasan mengapa taman hiburan Ruby
Pier ada dan Eddie pun akhirnya bekerja dan menghabiskan waktunya di sana. Ya, taman
hiburan Ruby Pier diambil dari namanya, dan taman hiburan itu merupakan hadiah
dari sang suami untuk Ruby. Yang saya suka juga dari bagian ini adalah saya
suka sekali membaca nama Ruby. Saya senang sekali mengulangi membacanya : Ruby,
Ruby, Ruby! Saya pun memasukkan nama Ruby ini sebagai kandidat nama anak di
masa depan kelak! :D
Dan yang
saya suka di pertemuan Eddie dengan Marguerite? Apalagi kalau bukan tentang cinta!
Orang
asing sering mengatakan mereka ”menemukan” cinta, seakan-akan cinta sejenis
benda yang tersembunyi di balik bongkahan-bongkahan batu. Tapi cinta mempunyai
berbagai bentuk, dan tidak pernah sama bagi setiap pria atau wanita. Yang
ditemukan orang sebenarnya cinta tertentu.
Dan Eddie menemukan cinta tertentu dalam diri Marguerite, cinta yang
didasari rasa syukur, cinta yang mendalam walaupun tidak menggebu-gebu, cinta
yang ia tahu, lebih dari segalanya, tidak akan bisa digantikan oleh apa pun.
Setelah kematian Marguerite, ia membiarkan hari-harinya menjadi hampa. Ia
menidurkan hatinya.
Dari deskripsi
ini, saya (kemudian, duh telat yaa) baru memahami bagaimana mekanisme cinta:
bagaimana bisa si Aladdin jatuh cinta dengan Jasmine, padahal ada Cinderella yang
cantik dan rajin? Di sini penulis mengunakan kata “cinta tertentu” yang tentunya akan sangat beragam variasinya mengapa dia
jatuh cinta dengan dia yang lainnya? Karena dia menemukan cinta tertentu. Dan
di sini, saya sangat amat menyukai opa Eddie (dia sudah tua bukan?) yang tetap
setia dan mencintai istrinya hingga akhir hayat, sekalipun ia tersiksa dan
dirundung hampa.
“Cinta
yang hilang tetap cinta, Eddie. Hanya bentuknya saja yang berbeda. Kau tak bisa
melihat senyumnya, atau membawakannya makanan, atau mengacak-acak rambutnya,
atau berdansa dengannya. Tapi ketika indra-indra itu melemah, indra-indra lain
menguat. Kenangan. Kenangan menjadi pasanganmu. Kau memeliharanya. Kau mendekapnya.
Kau berdansa dengannya.”
“Kehidupan
harus berakhir. Tapi cinta tidak.”
Maka, inilah buku kedua dari
#5BukuDalamHidupku untuk mengingatkan saya apalagi kalau bukan untuk selalu
menebar kebaikan karena setiap kehidupan saling berhubungan dengan kehidupan
lainnya, juga untuk membuat saya merenungi cinta tertentu saya -- siapakah, di manakah, dan bagaimanakah? Sudah adakah?
13 November 2013
pukul 23:25 WIB
0 komentar:
Posting Komentar