Social Icons

Pages

Rabu, 13 November 2013

#5BukuDalamHidupku Meniti Bianglala


Judul Buku                 : Meniti Bianglala (The Five People You Meet in Heaven)
Penulis                       : Mitch Albom
Penerjemah                 : Andang H. Sutopo
Desain sampul             : Eduard Iwan Mangopang
Penerbit                      : Gramedia Pustaka Utama
Tebal                          : 208 halaman; 20 cm
Cetakan                      : I. April 2005 , V. April 2011



"Bahwa tidak ada kejadian yang terjadi secara acak. Bahwa kita semua saling berhubungan. Bahwa kau tidak bisa memisahkan satu kehidupan dari kehidupan lain, sama seperti kau tidak bisa memisahkan embusan udara dari angin."


 Setelah di hari pertama proyek #5BukuDalamHidupku saya memasukkan buku "Rembulan Tenggelam di Wajahmu", maka rasanya di hari kedua ini saya tidak bisa tidak memasukkan buku ini sebagai buku kedua yang memberikan pengaruh buat saya. Tak hanya di kehidupan yang saling berhubungan dan berkaitan satu sama lain, buku pun juga memiliki keterkaitan satu sama lain. Pasti kita sering mendengar bagaimana seorang penulis ditanya "siapa penulis favoritmu?" atau "siapa saja penulis yang mempengaruhi tulisanmu?" Seperti itulah. Setiap tulisan mempengaruhi tulisan lainnya. Seperti buku ini yang masuk dalam daftar perburuan saya karena saat saya membaca-baca ulasan mengenai Rembulan (sebut saja singkatnya begitu), buku ini pun disebut-sebut oleh banyak orang : yang katanya bang Tere (penulis Rembulan) meniru tulisan inilah, yang katanya bang Tere plagiat-lah, dan berbagai “katanya-katanya” lainnya. Maka ketika saya menemukan buku ini di bazaar Gramedia bulan Juni lalu,  saya pun tak ragu untuk membawanya pulang dan segera membacanya. Lantas, setelah selesai membaca, apakah saya menemukan apa yang telah dilontarkan orang-orang tersebut? Hhhm… rasanya saya tak hendak menganalisisnys lebih dalam. Memang ada kemiripan dalam isi ceritanya : jika di Rembulan konsepnya adalah lima pertanyaan, di buku ini konsepnya bertemu dengan lima orang yang menjelaskan mengenai kehidupan. Namun sekali lagi, saya tidak ingin (atau belum ingin) menganalisis dua karya ini karena yang saya ingin sekarang hanyalah berbagi tentang buku ini yang memberikan pengaruh buat saya (lagi-lagi) tentang kehidupan, juga cinta.


Masing-masing orang mempunyai bayangan sendiri tentang surga, begitu pula sebagian besar agama; semuanya patut dihormati. Versi yang digambarkan di sini hanyalah dugaan, harapan, agar paman saya, dan orang-orang lain seperti dia – yang merasa keberadaannya di dunia tidaklah penting – akhirnya menyadari betapa mereka sangat berarti dan disayangi.

Begitulah pengantar dari sang penulis yang mempersembahkan buku ini untuk pamannya. Pada awal membaca bagian ini, saya membacanya biasa-biasa saja. Namun, setelah saya menyelesaikan membaca dan kembali membaca bagian ini, saya merasa terenyuh : … agar paman saya, dan orang-orang lain seperti dia – yang merasa keberadaannya di dunia tidaklah penting – akhirnya menyadari betapa mereka sangat berarti dan disayangi. Pernahkah kamu merasa menjadi manusia yang tidak penting di dunia ini? Pernahkah kamu merasa terjebak dalam pusaran kehidupan yang tidak kamu suka dan kamu tidak bisa menerimanya? Sebagai manusia (yang sangat sangat biasa) saya pernah merasakannya. Rasanya sungguh tidak enak dan mengganjal di hati. Rasanya sungguh sangat tidak nyaman, tidak menentramkan. Namun bersyukur, saya tidak sampai merutuki apa yang terjadi dan tak sampai menyilet-nyilet diri (oke, ini berlebihan), dan saat membaca buku ini, saya seperti diingatkan untuk tak lagi merasa tidak penting, untuk tidak mempertanyakan dan (menyalahkan) mengapa hal-hal tertentu (yang tak mengenakkan tentu) terjadi dalam hidup.


Buku ini berkisah tentang bernama Eddie (Edward), lelaki tua veteran perang yang menghabiskan masa tuanya sebagai teknisi maintenance di taman hiburan Ruby Pier. Di usianya yang menginjak 83 tahun, Eddie praktis kehilangan semua orang yang dicintainya: ibunya, istrinya meninggal dunia di usia 47 tahun, dan tinggallah ia sendirian. Sekalipun ia bekerja di tempat yang penuh keceriaan dan hingar bingar, namun tetap ia merasa sepi dan ia pun membenci rutinitasnya di Ruby Pier, tempat yang sudah akrab dengannya sejak kecil, ia benci harus meneruskan pekerjaan ayahnya ini. Ia benci harus terjebak dalam rutinitas kehidupan yang begini-begini saja, ditambah rasa hampa harus menjalani hidup sendirian. Hingga sampailah ia pada akhir kehidupannya yang ternyata berakhir di Ruby Pier saat ia menolong seorang gadis kecil dari wahana mainan. Dan di akhir kehidupannya, perjalanan menuju “kehidupan lainnya” pun dimulai dengan bertemu lima orang yang menjelaskan arti kehidupannya di dunia yang dianggapnya tidak berharga.


Jika di buku Rembulan saya merasa jalan ceritanya terlalu panjang dan bertele-tele sehingga membuat ngantuk (saya sempat merasakannya di bagian awal) (ohya maafkan jika saya selalu mengaitkan Rembulan dengan buku ini), maka di buku ini saya menemukan pemaparan yang lebih sederhana dan singkat, namun padat isinya. Rasanya setiap kali membalikkan kertas, ada saja kutipan yang bermakna dan membuat saya sangat “hidup” saat membacanya. Saya suka dengan pertemuan Eddie dengan kelima orang (baik yang dikenalnya maupun tidak dikenal) yang menjelaskan tentang kehidupannya. Namun ada dua pertemuan yang paling saya suka : yaitu saat Eddie bertemu dengan orang ketiga, Ruby Pier dan orang keempat, yaitu Margueritte, istrinya.


Apa yang saya suka dari pertemuan Eddie dengan Ruby Pier? Oh tunggu, Ruby Pier? Mengapa namanya sama dengan nama taman hiburan tempat Eddie bekerja? Eddie pun tak mengenali orang ini (orang ini adalah orang kedua yang tidak ia kenali, namun bisa-bisanya menjelaskan hidupnya?)
“Kejadian-kejadian yang tejadi sebelum kau dilahirkan tetap mempunyai pengaruh pada dirimu. Dan orang-orang yang hidup sebelum kau juga mempunyai pengaruh pada dirimu.”
 Ruby Pier adalah alasan mengapa taman hiburan Ruby Pier ada dan Eddie pun akhirnya bekerja dan menghabiskan waktunya di sana. Ya, taman hiburan Ruby Pier diambil dari namanya, dan taman hiburan itu merupakan hadiah dari sang suami untuk Ruby. Yang saya suka juga dari bagian ini adalah saya suka sekali membaca nama Ruby. Saya senang sekali mengulangi membacanya : Ruby, Ruby, Ruby! Saya pun memasukkan nama Ruby ini sebagai kandidat nama anak di masa depan kelak! :D

Dan yang saya suka di pertemuan Eddie dengan Marguerite?  Apalagi kalau bukan tentang cinta!


Orang asing sering mengatakan mereka ”menemukan” cinta, seakan-akan cinta sejenis benda yang tersembunyi di balik bongkahan-bongkahan batu. Tapi cinta mempunyai berbagai bentuk, dan tidak pernah sama bagi setiap pria atau wanita. Yang ditemukan orang sebenarnya cinta tertentu. Dan Eddie menemukan cinta tertentu dalam diri Marguerite, cinta yang didasari rasa syukur, cinta yang mendalam walaupun tidak menggebu-gebu, cinta yang ia tahu, lebih dari segalanya, tidak akan bisa digantikan oleh apa pun. Setelah kematian Marguerite, ia membiarkan hari-harinya menjadi hampa. Ia menidurkan hatinya.
Dari deskripsi ini, saya (kemudian, duh telat yaa) baru memahami bagaimana mekanisme cinta: bagaimana bisa si Aladdin jatuh cinta dengan Jasmine, padahal ada Cinderella yang cantik dan rajin? Di sini penulis mengunakan kata “cinta tertentu” yang tentunya akan sangat beragam variasinya mengapa dia jatuh cinta dengan dia yang lainnya? Karena dia menemukan cinta tertentu. Dan di sini, saya sangat amat menyukai opa Eddie (dia sudah tua bukan?) yang tetap setia dan mencintai istrinya hingga akhir hayat, sekalipun ia tersiksa dan dirundung hampa.

“Cinta yang hilang tetap cinta, Eddie. Hanya bentuknya saja yang berbeda. Kau tak bisa melihat senyumnya, atau membawakannya makanan, atau mengacak-acak rambutnya, atau berdansa dengannya. Tapi ketika indra-indra itu melemah, indra-indra lain menguat. Kenangan. Kenangan menjadi pasanganmu. Kau memeliharanya. Kau mendekapnya. Kau berdansa dengannya.”

“Kehidupan harus berakhir. Tapi cinta tidak.”


 Maka, inilah buku kedua dari #5BukuDalamHidupku untuk mengingatkan saya apalagi kalau bukan untuk selalu menebar kebaikan karena setiap kehidupan saling berhubungan dengan kehidupan lainnya, juga untuk membuat saya merenungi cinta tertentu saya -- siapakah, di manakah, dan bagaimanakah? Sudah adakah?


13 November 2013
pukul 23:25 WIB

0 komentar:

Posting Komentar

 

Sample text

Sample Text