One fine day in Setu-- slept with the bride in the same bedroom, but different bed...
Sebenarnya ini bukan kali pertama saya tidur menemani mempelai wanita sebelum hari pernikahannya. Saat masih kecil saya dan adik saya sering sekali diminta menemani tante menjelang pernikahannya di esok harinya. Menjadi lucu karena pernah kami menemani untuk tidur di hotel, sementara rumah kami saja jaraknya dekat dengan hotel itu. 'Gegayaan' kalau kata kakak-kakak saya atau om saya saat itu, "rumah deket aja pake acara nginep di hotel". Mungkin mereka sirik akan kesempatan yang didapat oleh saya dan adik saya saat itu. Atau juga saat menemani seorang sahabat yang akan menjalani kehidupan baru sebagai seorang istri. Maka sebelum esok mengikat janji, saya dan sahabat lainnya akan berkumpul di rumah mempelai wanita : mengobrol, membuat rusuh, banyak makan, ngobrol, istirahat tidur, namun bukannya tidur malah lantas ngobrol lagi... begitulah. (oh ya, juga tak lupa menggoda-goda mempelai wanita). Banyak sekali cerita yang didapat dari menemani mempelai wanita ini, dan ada satu cerita yang ingin saya bagi di sini.
Mungkin cerita ini adalah cerita yang biasa-biasa saja. Tapi bolehlah ya saya cerita, sekaligus mencoba mengetes sejauh mana daya ingat saya merekam peristiwa (lagian ini blog siapa? blog siapa hayoo siapa? :)). Kejadiannya terjadi kurang lebih dua tahun lalu, di mana saya terlempar ke suatu momen terpenting bagi seorang wanita cantik menyenangkan asal Setu yang akan dipersunting oleh pria yang (tentunya) mngidam-idamkannya dan menjadi idaman hatinya. Lantas sebelum esok dua orang yang saling mengidam itu dipersatukan dalam ikatan suci pernikahan, wanita cantik menyenangkan itu pun harus melewati malam terlebih dahulu dan berbagi kamar dengan seorang perempuan kecil yang berhati besar. Tak banyak yang dilakukan untuk menghabiskan malam. Sekadar untuk mengingat, sore hari saat sang perempuan bertemu dengan wanita itu setelah sang perempuan ikut berburu empat boneka sapi (tak tahulah untuk apa saat itu) dan sang wanita baru pulang dari salon dan pusat perbelanjaan, menenteng-nenteng kipas hasil belanjanya dengan tangan yang kuku-kukunya sudah berhias kuteks. Kalau boleh menyampaikan, sebenarnya saat itu sang perempuan heran melihat sang wanita yang besoknya akan menjadi pengantin ini malah sibuk keluar-keluar, tak ada pingitan. Oh ya, saat itu juga merupakan kali pertama untuk sang perempuan mengenal sang wanita secara langsung, lantas bagaimana kesannya? Rasanya tak bisa dijabarkan di sini karena takut jatuhnya korban menjadi-jadi (korban apa? jadi apa? ya gitu deh yaa biar drama aja). Tapi hey, bolehlah bayangkan kapan kejadian ini terjadi, kapan coba.... dan ternyata, saya masih bisa mengingatnya. Berkesan, pastinya.
Saat malam tiba, setelah mengobrol sebentar, akhirnya sang perempuan dan sang wanita itu masuk kamar juga. Sang perempuan yang sudah lelah karena sebelumnya menempuh perjalanan jauh dan khawatir kesiangan bangun saat esok harinya, cepat sekali tertidur setelah sebelumnya sang wanita sibuk mengusung kipas angin dan juga kemudian terlibat dalam pembicaraan telepon dengan bahasa yang tidak dimengerti sang perempuan. Lantas, berangkatlah sang perempuan ke alam tidur tanpa mimpi apapun, namun hari itu menjadi salah satu hari terbaiknya dalam tidur dan bangun: karena ia (entah bagaimana caranya) berhasil tidak membuat pulau-pulau di bantal atau kasur dan berhasil bangun cukup pagi, sekitar pukul empat subuh dan rumah di Setu sudah gaduh! :D Adalah sang wanita yang akan dipersunting itu yang sudah bangun bahkan dari dini hari. (Si perempuan sempat 'ngelilir' saat sang wanita bangun dan turun ke ruang bawah, sementara si perempuan masih ingin tertidur seribu tahun lagi). Lantas saat fajar mulai menyapa walau belum terlihat sinarnya, si perempuan bangun dan mendapati sang wanita tengah sibuk memakai ........ rrrr, tak usahlah disebutkan di sini, yaa :D, yang jelas ia sibuk mencoba berbagai perlengkapan tempur untuk menjadi ratu dalam sehari, ratu dari Setu. Dan ketika subuh datang bersamaan dengan datangnya perias pengantin, maka sempurnalah sudah jalan sang wanita untuk menjadi ratu Setu, dan tentu menyusul sang rajanya yang datang saat sang wanita tengah didandan dan disasak rambutnya :D.
Begitulah kisah pada suatu waktu di Setu. Biasa saja ya? (Kan tadi sudah diperingatin sebelumnya kalau biasa-biasa ajaa). Namun yang jelas, hari itu menjadi hari yang tidak biasa untuk dua orang yang saling cinta mengikat janji pernikahan : untuk saling mencinta, saling berbagi, saling berdampingan, dan saling-saling yang menyenangkan lainnya. Kala itu akad nikah berjalan lancar, begitupun resepsi pernikahannya: lancar dan menyenangkan karena banyak makanan :D. Oh ya, di acara resepsi pernikahannya juga ada pelemparan boneka (lantas kemudian tahu apa guna mencari-cari boneka-sapi-tapi-tidak-dapat-maafkan-jadinya-boneka-beruang. jadii, bonekanya buat dilempar-lempar, gitu?) dan dari pelemparan boneka itu yang mendapatkan diganjar hadiah tertentu. Setelah acara resepsi, si perempuan menghabiskan sore bersama dan terlibat dalam obrolan ringan yang menyenangkan, juga terselip canda tawa. Begitulah hari yang menyenangkan itu, yang terjadi dua tahun lalu, dan demi mengingatnya, saya pun ikut terbawa kesenangannya, juga rindu. Tak mengertilah mengapa bisa rindu dengan seseorang yang baru sekali ditemui (mungkin karena sang wanita pribadi yang seru (pakai tanda seru!) pun sang prianya. Kalau baby-nya gimana yaa?). Padahal mungkin, bisa jadi malah bingung sendiri saat punya kesempatan untuk bertemu.
Dan whuuuuus... tibalah kini di penghujung cerita. Maka, jika kini sang wanita punya One Fine Day in Leiden yang siap beredar di toko buku kesayangan, maka sang perempuan punya One Fine Day in Setu yang siap publish di blognya :D. Salam.
*Ditulis untuk (turut) merayakan ulang tahun pernikahan sang wanita dan sang pria yang dipenuhi cinta :D*
20 November 2013
23:57 WIB