Sudah terlalu lama sendiri~
sudah terlalu asyik dengan duniaku
sendiri~
Hello 2016 from the outside~! Outside
manah, neng, outside planet? Hadeeeh, seperti biasa memulai ngeblog dengan
banyak cincong yang itu-itu saja : maapkeuun kalau jaraang banget ngeblog
lagiih. Yak, bisa dicek terakhir posting di September 2015. Itu juga karena
ikutan proyek nulis dari twitter. Hahahaaa. Terlalu banyak excuses yang nggak banget buat dibeberin kenapa gak ngeblog yang ujung-ujungnya
gak lain gak bukan bermuara pada satu hal : malas :DDD. Jadih, di awal tahun ini dalam upaya pencitraan biar si
naturally pemalas ini gak keliatan
males, mari kembali mengisi blog pribadi, membahas hal-hal yang dialami,
dirasakan, atau diamati. Untuk postingan pertama
di tahun ini, saya memilih membahas apa yang saya alami dan amati, yaitu perihal
being single, ayeeey! :D
Sebagai wanita single berusia 17++10 yang tinggal di tanah tumpah darah tercinta
dan harus menjalani hidup di tengah derasnya arus orang-orang sekitar yang
memasuki masa peralihan dari single ke
double, I mean even from single bed to
double bed, dari yang tadinya hidupnya cuma mikirin diri sendiri (plus dirinya
di keluarga, dirinya di kerjaan, dirinya di kehidupan pribadi, sosial, cyber dll), sekarang beralih jadi punya
pasangan, kawan, atau lawan yang perlu dipikirkan demi keberlangsungan hidup
bersama. Dan di tengah arus peralihan itu, saya masih tetap di tempat : setia
jadi pengamat. Dan mengenai saya yang single
tulen inih, memperhatikan apa yang terjadi dengan teman-teman tersayang
yang dalam masa peralihan, saya cuma bisa nyengir menanggapi keluh kesah mereka
untuk menyesuaikan diri di berbagai hal, sementara saya tak perlu repot-repot
seperti mereka. Gak cuma berbagi keluh kesah, tentunya ada banyak sisi
menyenangkan dari masa peralihan ini, seperti jadi ada yang peduli sama apa
yang kita lakuin, ada yang merhatiin, ada tempat untuk saling berbagi dan
mengisi, dan saya turut merasa senang jika masa peralihan itu berjalan baik
adanya. Kalau yang sedang dalam masa peralihan ada gelombang perasaan dan
segenap usaha penyesuaian yang berkecamuk di dalamnya, gimana dengan kehidupan
para single yang kesannya jadi adem
ayem karena gak punya kerepotan layaknya si double?
Mari beri panggung untuk sisi para singles,
yang seperti juga pernah dirasakan oleh jutaan umat di alam semesta ini.
Buat saya, mau apapun itu jadi single karena pilihannya, atau keadaan
yang mana belum ketemu aja, atau belum berpihaknya pasar pada pribadi ini, cuma ada dua jenis single di planet ini : single
yang gak nyaman, dan single yang
(mau gak mau) menyamankan dirinya sendiri. Buat single tipikal pertama, bisa dilihat dari mereka yang selalu sibuk
mengupayakan berbagai cara untuk mengakhiri masa single-nya. Anehnya, kebanyakan orang tuh jadi gak nyaman hanya
karena takut dilihat sebagai seorang “single
fighter”, yang ke mana-mana seringnya keliatan sendiri. Kayak apa yang
dibilang Indra di bukunya Kicau Kacau, “bagaimana
jika ternyata ketakutan terbesar kita untuk menikmati kesendirian adalah
kemungkinan timbunya kesadaran bahwa diri kita adalah makhluk asing yang baru
bisa menyenangkan ketika dilengkapi dengan kehadiran orang lain?” Kerap
kali orang-orang takut untuk terlihat sendiri, sehingga memicunya untuk mencari
pasangan. Kalau udah begitu, motif untuk punya pasangan jadinya agak bergeser
ya: agar bisa dapat pengakuan, “ini nih,
gue juga bisa dapetin pasangan.” Yah, sebenernya mau apapun motif, arah dan
tujuan, mau orang tersebut single atau
taken itu kembali ke pilihan
masing-masing. Begitu juga untuk saat menjadi single, mau yang heboh gak tahanan untuk menyudahi kesendirian,
atau mau yang stay cool menikmati fase
sendirinya, atau yang oportunis : kalem-kalem macan begitu ada sinyal untuk
meraih gebetan, semua balik ke pribadi masing-masing. Dan untuk menjadi single tipikal kedua; single yang menyamankan dirinya sendiri,
tentunya hal ini memerlukan upaya yang lebih. Karena hey, menjadi sendiri di
antara sekian banyak orang yang memutuskan untuk berpasangan (terutama yang
udah jadi pasangan syah secara agama dan negara) itu perlu memiliki kelapangan
hati untuk tidak iri atas kebahagiaan orang lain (hahaahey). Dan saat menjadi single, harusnya fase kesendirian ini
dimanfaatkan untuk semakin mengenali diri sendiri, untuk bisa berdialog dengan
diri sendiri, dealing with you yourself, dan
yang paling penting, untuk bisa berbahagia dan mencintai diri sendiri, yang mana merupakan esensi dari kebahagiaan
itu sendiri.
Well,
ngetik
begitu soal berbahagia dan mencintai diri sendiri sih gampang, terus
aplikasinya gimana? Naah, kalau saya sendiri yang lagi dalam tahapan untuk
menikmati masa kesendirian (dan beneran ngerasa nyaman dan agak terlena di
banyak hal), saya mencoba untuk kompromi dengan diri saya sendiri. Begini,
sebagai seorang single, tentunya kita
jadi punya kebebasan dan ruang gerak lebih (walau untuk yang udah taken juga sebenarnya punya kesempatan
untuk mengekspresikan kebebasan). Kalau single
tuh ngebuat kita jadi gak mikirin perasaan pasangan (yaa karena gak ada
pasangan) saat mengambil keputusan, beda sama yang udah taken di mana seenggaknya kita perlu untuk cerita ke pasangan. But somehow buat para singles itu malah kangen untuk punya
tempat untuk berbagi, tempat untuk nyampah
kalau saya bilang, dan itulah momen yang tingkat ganggunya nyebelin kalau
tiba-tiba bergejolak di hidup saya. Tapi, lagi-lagi karena memang fase ini yang
harus saya jalani, jadi yah saya memilih untuk tetap cari cara untuk
berbahagia, walau gak punya tempat nyampah,
tapi akan ada blog buat sarana pengalihan nyampah :DD.
Sebenarnya ada banyak kebahagiaan yang
bisa dirasakan saat menjadi single, begitu
pun berlipat-lipat juga kebahagiaan yang bisa dirasakan oleh yang taken walau juga dengan problematika dan
penyesuaiannya :D. Saat ini berhubung saya ada di kubu single, saya mau kasih reinforcement
kalau apapun alasan, kisah dan kejadian di balik kesendirian kita, jadilah single yang tangguh ((jangan angkuh)),
yang bisa memanfaatkan momen kesendirian dengan sebaik-baiknya, dengan lebih
mengenali diri sendiri, lebih menggali diri sendiri, memaafkan dan menerima
diri sendiri, dengan begitu membuat kita memantaskan diri dan bisa menatap
kehidupan lebih cerah lagi. Walau kembali lagi teringat kata Murakami lewat
tokoh Aku di Dengarlah Nyanyian Angin : “di
mana pun tidak akan ada manusia yang tangguh. Yang ada hanyalah manusia yang
pura-pura tangguh.”Hear hear, jangankan single,
manusia yang tangguh aja tuh sebenarnya gak ada, yang ada tuh pura-pura
aja. Dan saya rasa saya bisa berkompromi ke diri saya sendiri untuk pura-pura
tangguh :DD. Yuk deh, berbahagialah dengan diri sendiri dan jadilah lajang
tangguh!
19 Januari 2016
10:55
sukaaa tulisan ini
BalasHapus