13:48 Eyangnya Azam:
Mb nti plg beli be2k goreng 1 trs paha aym goreng 1 ya
Lantunan nada "we had today" dari Rachel Portman membuat saya yang tadi berkoar-koar di depan kelas berhenti sejenak. Hhm... di jam lagi "rempong-rempong"nya si mami sms pesen makanan. Hari apa sih inii? *suara di benak saya* Oh iya, ini hari Selasa dan bukan jadwal katering, jadi siap-siap buat cari makanan (jangan tanya masak-memasak sama saya yaa.... still, i have no trigger for cooking, mungkin juga karena anggota di rumah yang cuma dikit, jadi gak semangat buat masak-masak *alibi is still alibi~~~*) Jadilah sepulang kerja (yang berarti empat jam kemudian dari setelah menerima sms) saya mampir membeli makanan. Ini kedua kalinya saya beli makanan di tempat ini , yang pertama sama kawan kerja, terus saya cerita ke mami & mungkin si mami mau ikutan ngicipin (well, sebenernya kalo buat makanan , si mami inih pemilih sejati & suka komentar yang lebih pedas dari chef Juna sekalipun, tapi ssst.... cukup anak-anaknya ajah yang tau :D) Masih cukup sepi yang membeli. Mungkin karena pas lagi Magrib, soalnya waktu terakhir ke sana tuh lumayan rame. Saya langsung memesan seperti apa yang tertera di sms *eh gak langsung juga sih coz sempet bingung mau dada bebek apa paha bebek, udah bilang ke abang-abangnya pesen paha, eh pas dia mau nyemplungin daging paha bebek ke wajan, terus berubah jadi dada.. da-daa aja nggrecokin, & abangnya cuma senyum-senyum aja *yang sabar yaaa bang :)* Nah, selama daging-daging itu masuk ke wajan penggorengan, pikiran saya bekelana:
Gak berkelana kemana-mana jugak siih..cuma ngeliatin abang-abang yang bertugas di tempat makan itu (eh gak cuma abang-abang ding, ada satu ibu juga). Ada lima orang pria dan satu orang wanita yang bertugas sesuai dengan perannya masing-masing : dua orang pria (satu bisa dibilang muda, satunya bisa dikategorikan bapak-bapak) bertugas membuat sambal -- rincian kerjanya : meracik sambal *tak jarang ada intervensi dari pembeli yang minta "jangan terlalu pedeslah", "banyakin rampailah", "banyakin terasilah", "terasinya dikit aja lah", pokoknya dua abang-abang itu siap meracik dan mengulek sambal, berdiri selama mengulek. Satu abang bertugas menggoreng -- rincian kerjanya : berdiri di depan penggorengan, memasukkan daging ke penggorengan, menunggu daging matang dan membolak-balik daging biar gak gosong. Satu abang bertugas di bagian penyajian -- rincian kerjanya menyajikan makanan yang sudah dipesan. Satu bapak saya liat dia kerjaannya ngeliat-liat aja. Kadang sesekali bantuin yang goreng, kadang bantuin nyajiin makanan, kadang duduk dan berdiri (sepertinya dia owner-nya), dan satu ibu yang bertugas sebagai bendahara. Terus yang bagian nyuci piringnyaa? Saya belum liat, kan tadi ceritanya masih sepiii.
Nah, kembali lagi ke pemikiran saya, iseng pertanyaan menggelitik di benak saya : apa gak capek ituh abang-abang yang bertugas ngulek sambel? Apa tangannya gak lantas cabe-an? Apa tangannya gak kebas genggamin batu ulekan? Apa kakinya gak pegel berdiri terus? Dan yang paling bikin penasaran : apa abang-abang itu pernah ngerasa stuck sebagai pengulek sambel? Ngerasa sampai di titik capeeek banget buat ngulek & sangat jenuh. Terus apa yang dia lakuin kalo lagi jenuh? Dan buat abang yang di depan penggorengan itu : apa gak kepanasan berdiri di dekat api? Apa tangannya sering kena cipratan minyak? Apa tangannya diasuransiin secara bakal gak bebas mulus? *lebayy* Dan buat abang yang nyajiin : apa yaa? kayaknya dia enjoy aja. Etapi emang beneran enjoy? Asik gak sih gaweannya? Apa kendalanya dalam menyajikan makanan? (note: tapi abang yang nyajiin ini cukup ramah loh, jadi sepertinya aman-aman aja dan dia benar-benar menjalani perannya sebagai penyaji, dengan baik dan dengan ramah), Apa abang single, double? *LOL* Dan berderet pertanyaan-pertanyaan lainnya.
Saya juga bertanya-tanya : apa yang dilakuin abang-abang ini sebelum bertugas di tempat makan? Apakah ada dari mereka yang bekerja di pagi sampai sore harinya? Baru malamnya bergabung membantu berdagang makanan. Jangan-jangan ada dari mereka yang ternyata punya profesi lain sebagai guru freelance? Atau ada yang memang bekerja untuk tempat makan tersebut , jadi sebelumnya mereka ikut menyiapkan bahan-bahan -- belanja bahan-bahan, membumbuinya, mengugkepnya dsb.. Juga ada tanya : apakah ada dari mereka yang sudah berkeluarga? Jika iya, apakah mereka sebelumnya sudah puas bermain dengan anak-anaknya, kemudian bekerja di malam hari -- mungki sampai tengah malam? Bagaimana cara mengatur waktu bersama keluarga agar berkualitas? Jika belum berkeluarga, kapan mau berkeluarga? *looh?* Yah, begitulah isi kepala saya, sampai abang penyaji mendekati saya menghamburkan semua pertanyaan-pertanyaan dalam benak saya. "Ini mbak. Satu ayam goreng yang paha dan satu bebek goreng yang dada." | "Berapa, bang?" | "semuanya ddua puluh enam ribu mbak."| Saya pun memberikan uang, tersenyum dan berterima kasih, dan segera bergegas keluar. Masih sambil tersenyum membayangkan deretan pertanyaan di benak, yang sepertinya seru kalau beneran saya lontarkan. Mungkin nanti lain waktu, karena saat ini, mami menunggu.
Saya juga bertanya-tanya : apa yang dilakuin abang-abang ini sebelum bertugas di tempat makan? Apakah ada dari mereka yang bekerja di pagi sampai sore harinya? Baru malamnya bergabung membantu berdagang makanan. Jangan-jangan ada dari mereka yang ternyata punya profesi lain sebagai guru freelance? Atau ada yang memang bekerja untuk tempat makan tersebut , jadi sebelumnya mereka ikut menyiapkan bahan-bahan -- belanja bahan-bahan, membumbuinya, mengugkepnya dsb.. Juga ada tanya : apakah ada dari mereka yang sudah berkeluarga? Jika iya, apakah mereka sebelumnya sudah puas bermain dengan anak-anaknya, kemudian bekerja di malam hari -- mungki sampai tengah malam? Bagaimana cara mengatur waktu bersama keluarga agar berkualitas? Jika belum berkeluarga, kapan mau berkeluarga? *looh?* Yah, begitulah isi kepala saya, sampai abang penyaji mendekati saya menghamburkan semua pertanyaan-pertanyaan dalam benak saya. "Ini mbak. Satu ayam goreng yang paha dan satu bebek goreng yang dada." | "Berapa, bang?" | "semuanya ddua puluh enam ribu mbak."| Saya pun memberikan uang, tersenyum dan berterima kasih, dan segera bergegas keluar. Masih sambil tersenyum membayangkan deretan pertanyaan di benak, yang sepertinya seru kalau beneran saya lontarkan. Mungkin nanti lain waktu, karena saat ini, mami menunggu.
Hoaaam...sekarang pukul 11:12 malam. Abis nulis apaan sih, Taa malem-malem ginii? Nulis tentang tempat makan tadi? Biar apalaah coba? Ya biarin aja juga ding, ini kan blog ngana.. hohooho. Lagi iseng aja, sembari buat pengingat, ada abang yang manis looh di sonoh! hohohohoohoo *kabooooor*
30 April 2013
0 komentar:
Posting Komentar