Derap langkah
berderu, meninggalkan jejak langkah di tanah yang kering akibat hujan yang tak
kunjung turun. Sekitar 100 siswa yang dipandu oleh alumni dan beberapa guru
melintasi jalan setapak dan semak-semak. Mereka telah berjalan dari sekolah
yang ada di Jl. Jendral Soeprapto menuju Kali Akar, tempat diadakan organisasi
gabungan dari sekolah. Setelah berjalan hampir satu jam, akhirnya mereka
memasuki perbukitan yang sepi, dengan jalan setapak yang pada hari sebelumnya
sudah diberi tanda oleh petugas survey lapangan agar rombongan dapat melintasi
jalan yang layak dilewati. Terlihat ada segerombolan siswa yang tengah duduk
meluruskan kaki, menenggak air minum dari botol, dan ada yang
mengibas-ngibaskan kausnya yang dipikir dapat membantunya merasa lebih sejuk.
Putra, remaja bertubuh jangkung dan tergabung dalam organisasi PMR berada di
rombongan yang tengah beristirahat itu. Setelah duduk sejenak meluruskan kaki
dan menandaskan air minum di botolnya, ia menyandarkan tubuhnya ke pohon yang
rindang. Merasa sedikit terlindungi dari sengatan matahari yang tergolong masih
pagi, Putra memejamkan mata. Dia tidak sedang mengantuk, dan sepertinya tidak
bisa ngantuk karena pikirannya sibuk melayang akan kejadian dua minggu lalu
saat hubungannya dan kekasih (maaf, sekarang jadi mantan kekasih) kandas.
Sampai sekarang
ia tak mengerti apa pokok permasalahannya sampai-sampai hubungan yang dibinanya
dari awal berseragam abu-abu hingga mereka kini memiliki adik tingkat harus
berakhir. Ia akui akhir-akhir ini ia sangat sibuk baik di sisi akademik :
mempertahankan nilai yang bagus agar bisa dapat undangan masuk perguruan tinggi
favorit, mengikuti olimpiade sains, juga aktif di organisasi : ikut lomba
tingkat kota dan organisasi gabungan di Minggu yang panas ini. Kesibukannya
membuatnya tak bisa mengantar pulang Rissa beberapa minggu belakangan, juga ia
dua kali membatalkan kencan yang telah direncanakan oleh Rissa dalam sebulan
terakhir. Tak ada kencan dalam sebulan terakhir menurut Putra bukanlah
persoalan besar, karena toh hampir setiap hari saat bersekolah mereka bisa
bertemu. Ya, mereka bersekolah di tempat yang sama, tingkat yang sama, jurusan
yang sama, hanya kelasnya yang berbeda. Saat ini pun mereka (bersama
teman-teman, adik dan kakak kelas yang mengikuti organisasi sekolah) mengikuti
kegiatan yang sama. Rissa tergabung dalam organisasi SKR (Sanggar Kegiatan
Remaja). Ia sempat melihat Rissa dan kelompoknya berjalan lebih dahulu saat
mereka masih ada di kawasan sekolah dan jalan menuju Kali Akar (karena di SKR lebih
banyak anggota perempuan ketimbang pria, membuat organisasi ini diatur agar
berjalan di tengah-tengah, agar terlindungi).
Setelah lima
menit kalut dalam pikirannya, Putra membuka mata, merutuki dirinya yang masih
saja memikirkan mantannya. Ia merasa lebih baik tak usah beristirahat dan terus
bergerak menyibukkan diri, karena sedikit saja ia free, maka pikirannya akan menari-nari ke masa yang saat ini tak
ingin diingatnya lagi. Ia pun segera bangkit dari duduknya, mendapati kelompoknya telah berjalan sepuluh langkah di
depan. Putra pun bergegas menyusul rombongannya yang termasuk dalam rombongan
terakhir.
***
Sebelum memasuki
rute yang lebih ekstrim dan memiliki medan yang curam, rombongan perempuan
beristirahat di bawah pepohonan rindang, termasuk Rissa yang menjadi ketua
kelompok. Rissa duduk sejenak, merasa kecapaian namun ia sibuk melemparkan
pandangannya ke belakang, tempat banyak rombongan kelompok yang didomiasi para
pria berkumpul. Ya, walau hubungan telah berakhir, dia masih mencari-cari sosok
Putra. Sosok pria tinggi berkulit putih, hidung mancung dan mempunyai tatapan
mata yang tajam dengan warna bola matanya yang cokelat kehitaman, sosok yang
mengisi hatinya hampir satu tahun lebih namun kini harus berakhir. Sosok yang
akrab menemaninya dan mengerti akannya, namun... “Kak, Dila kesakitan!”
panggilan dari seorang adik tingkat membuat Rissa menghentikan lamunan dan
pencariannya. Dalam hati Rissa bersyukur atas panggilan adik tingkatnya yang
membuat lamunannya buyar. Kata ibu, dan wejangan guru serta tetua lainnya tak
baik melamun di tempat yang asing. Memang ini kali pertama Rissa mengikuti
kegiatan yang membuatnya harus mengikuti acara dengan berjalan kaki ke Kali
Akar, tempat yang memiliki aura mistis, walau sebenarnya menawarkan pemandangan
alam yang asri dan sejuk, belum lagi kalau sudah bertemu dengan aliran sungai
yang jernih dan bersih. Itu yang ia dengar dari kakak laki-lakinya yang
merupakan mahasiswa pecinta alam. Namun masih dari cerita kakaknya, warga kerap
mendengar derap langkah kaki di kejauhan dan tak ada siapa pun yang melintas.
Dan ada juga yang mengaku pernah melihat serombongan prajurit dan seorang putri
yang cantik jelita. Konon, Kali Akar merupakan tempat singgasana kerajaan di
masa lampau.
Sejauh ia
berjalan, ia merasa biasa saja, namun tak lupa membentengi dirinya dengan sibuk
membaca ayat-ayat suci dalam hari sepanjang perjalanan. Rissa pun segera
menghampiri Dila. Adik kelasnya itu tadi sempat terjatuh, namun masih sanggup
berjalan sampai kini ia kembali merasa sakit. Pergelangan kaki Dila terlihat
bengkak. Beberapa rombongan mulai berjalan kembali menuju perbukitan yang
setelah menemui semak-semak, akan ada turunan dan sampai di sungai. Rissa
bertanya apakah Dila masih sanggup ikut berjalan yang tinggal setengah lagi,
yang dibalas dengan ringisan Dila. Ia pun memutuskan untuk berdiam sejenak
menunggu kondisi Dila membaik, dan menunggu rombongan PMR datang kalau-kalau
bisa memberi pertolongan.
***
Derap langkah
berderu jauh di belakang, mengalun lebih kencang di jalan yang setapak sepi
itu. Putra merasa sejuk saat ia melintasi semak-semak hijau yang jika ia tak
salah ingat di tahun lalu akan membawanya pada sungai yang jernih, tempat para
anggota organisasi beristirahat sebelum masuk ke acara inti: yaitu
reorganisasi. Putra benar-benar merasa jadi
yang terakhir dari rombongan sekolahnya yang akan tiba di sungai. Setelah tertinggal dari rombongannya, Putra
bergegas mengejar ketertinggalannya. Sempat melihat beberapa siswa berseragam
kaus olahraga sekolahnya, Putra berjalan lebih cepat. Namun berjalan dengan
cepat membuatnya mudah kelelahan. Ia pun berhenti sejenak saat berada di
perbukitan. Ia tak habis pikir, rasanya ia hanya kalut lima menit, namun
membuatnya ketinggalan sejauh ini. Ia sempat berpikir untuk menunggu rombongan di
belakangnya, tapi ia takut sudah tertinggal jauh. Dan apa kabar Rissa? Damn! Dia lagi. Putra pun kembali
memperlebar langkah kakinya, berharap bisa lekas bertemu dengan rombongannya,
atau siapa pun dari sekolahnya.
Sampai ia di
turunan yang curam, yang akan membawanya ke sungai. Saat ia akan menuruni
jalan, terdengar derap langkah panjang seperti barisan jauh di belakang. Bulu
kuduk Putra mendadak berdiri, ia ingat akan cerita masyarakat tentang prajurit
kerajaan di Kali Akar. Ia pun berlari menuruni jalanan, tak peduli jalannya
yang curam. Hampir saja ia terjatuh karena berlari saat turunan, namun
langkahnya terhenti melihat sosok di sungai. Cantik, ayu, berambut panjang,
mengenakan kain seperti cerita bidadari yang turun dari khayangan untuk mandi
di kali, seketika Putra terpesona paras ayunya. Tak pernah ia melihat wanita
secantik ini, sekalipun dalam mimpi. Wanita itu duduk di bebatuan besar di
tengah sungai, melemparkan senyuman pada Putra yang terkesiap ingin
menggapainya. Ingin meraihnya.
***
“Putra!Putra! Sebelah sini!” Serombongan siswa
memanggil-manggil Putra dari tepi sungai
di ujung kanan. Setelah ketua kelompok, alumni dan guru melakukan pengecekan
siswa lima belas lalu, mereka tak menemui satu siswa: Putra. Rombongan terakhir
yang tiba di sungai adalah rombongan PMR dengan tiga anggota SKR, Rissa ikut
dalam rombongan itu. Alumni pun memutuskan untuk menunggu terlebih dahulu
sambil beristirahat sejenak, sebelum kemudian alumni akan masuk kembali ke
bukit dan melakukan pencarian. Lima menit kemudian, saat para siswa
beristirahat namun pikiran tak jenak memikirkan salah satu teman, kakak mereka
yang tertinggal, beberapa siswa wanita berteriak melihat Putra di ujung kiri
sungai. Rissa pun langsung berpaling ke arah tersebut. Ia hanya bisa melihat punggung
Putra jauh di ujung sana, berjalan terus menjauh...
***
Putra berjalan menuju wanita yang duduk itu, berjalan terus ke
tengah, yang kemudian wanita itu berpindah ke ujung sungai dan Putra masih
terus mengikuti, membawanya ke ujung sungai, membawa langkahnya tak lagi dapat
menginjak tanah, menenggelamkannya dalam pesona ayu sang wanita. Tak ada lagi
Rissa.
diambil dari ulunlampung.blogspot
diambil dari tribunnews
Catatan: Kali Akar, terletak di Sukadanam (daerah perbukitan di
Bandar Lampung), kawasan hijau yang sejuk, terdapat sungai yang jernih di
bawahnya. Tempat ini kerap dijadikan tempat organisasi gabungan atau ospek.
Konon di tempat ini merupakan tempat kerajaan zaman dahulu, dan suka terdengar
derap langkah dan ada prajurit dan putri dengan pakaian kerajaan. Ada beberapa
TV swasta program misteri yang meliput tempat ini. Bersyukur selama ikut
kegiatan di Kali Akar, gak ada kejadian yang seram-seram.
18 September 2015
15:51