Tidak banyak aplikasi game yang ada di komputer rumah. Selain memang tidak ada lagi gamer sejati yang bersemayam di rumah, beban yang ditanggung komputer rumah pun sudah sangat berat. Jadi memang lebih baik untuk tidak menyimpan banyak game.
Satu-satunya game yang sering dimainkan adalah Plants vs. Zombies. Tak hanya saya yang suka memainkannya, hampir semua anggota keluarga saya pun suka main game ini. Pernah kita memainkannya secara estafet, bergantian bermain sambil menunggu buka puasa. Karena sering memainkannya, sampai-sampai keponakan saya yang masih balita dan batita ikutan suka game ini.
Seperti pagi tadi, keponakan saya yang tengah menginap di rumah begitu bangun tidur dan minta minum air putih, lantas begitu nyawanya terkumpul ia berseru, "tanteee, mau main game!". Saya pun bertanya padanya, walau hampir dapat dipastikan saya tahu jawabannya. "Game apa, kak?"
"Tanem-tanem." Ia menyebut Plants vs. Zombies dengan tanem-tanem. Saya yang menamainya jadi tanem-tanem, agar mudah menyebutnya. Toh di dalam game ini juga ada aktivitas tanam-menanam.
Sebenarnya saya merasa bersalah telah membuat ponakan saya yang masih bocah itu jadi gandrung dengan game ini. Pada tau kan gimana gak jelasnya tokoh-tokoh zombie itu: ada yang pakai ember besi di kepala, ada yang bawa-bawa galah, pintu, juga tangga. Saya tak bisa membayangkan apa yang ada di pikiran ponakan saya. Belum lagi saat zombie-nya tumbang setelah mendapat serangan dari tanaman, ponakan saya suka berkomentar, "waw, itu kepalanya putus." Mengerikan memang, bagi saya. Kadang saya menjawabnya, "iya itu badannya pretel. Tapi ini cuma mainan ya."
Saya pun mulai mengalihkan game ini dengan memilah-milah permainan di dalamnya yang tidak memperlihatkan anggota badan yang pretel. Pilihan saya jatuh pada zombieqarium. Di situ zombie akan berada di dalam akuarium dan misinya adalah mengumpulkan uang seribu berupa matahari yang berasal dari zombie-zombie yang bertahan di akuarium. Walau susah mengalihkan keinginan ponakan untuk memilih game ini saja, tapi lama kelamaan jadi tertarik juga. Seperti pagi tadi, ponakan saya memilih zombiequarium untuk dimainkan.
"Tante, kalo kakak yang maen mah beli zombie banyak-banyak." Ia mulai berkomentar.
"Yah kak, gak perlu banyak-banyak zombienya. Malah keluar duit lagi buat kasih makan zombie. Yang penting kan ngumpulin uang seribu." Entah kenapa hari ini saya menjawab dengan serius pertanyaannya.
"Iya ya. Kalo gak dikasih makan nanti zombienya mati. Kasian dia." Begitu komentarnya.
Namun kemudian saya berpikir : sepertinya seru juga mengumpulkan banyak zombie, membuat penuh isi akuarium. Maka, saat saya sudah hampir mengumpulkan uang seribu, saya malah membeli zombie. Terus menerus begitu. Dengan banyaknya zombie, tentu saja menambah pundi-pundi uang. Tak butuh waktu lama untuk mengumpulkan seribu, bahkan bisa mencapai dua kali lipat dengan cepat. Dan hebatnya lagi, zombie-zombienya tidak ada yang mati, semua mendapatkan makanan yang cukup.
Keadaan tersebut membuat saya menggebu-gebu untuk menambah zombie lagi. Saya pun berulangkali mengklik pembelian zombie, juga lebih banyak mengklik untuk memberikan makanan. "Twiwiwiit" satu zombie berubah jadi hijau, mengambang, lalu hilang. Pertanda zombie menemui ajal. Saya pun segera menggantinya dengan membeli tiga zombie lagi. Uang saya sangat banyak. Lalu kemudian, dua-tiga-empat zombie mati. Kecepatan saya mengklik makanan tidak sebanding lagi dengan banyaknya zombie yang menyesaki akuarium.
"Yah tante, zombienya banyak yang mati." Ponakan kembali menghampiri setelah tadi beranjak ke ruang depan. Ia tidak melihat tantenya yang tadi bermain dengan ambisi memenuhi akuarium dengan zombie, namun akhirnya kewalahan sendiri.
"Iya nih kak." Saya melihat uang yang saya kumpulkan. Nyaris mencapai empat ribu. Bukankah untuk menyelesaikan game ini hanya perlu seribu? Okay, enough is enough. Saya memakai uang seribu untuk membeli piala, pertanda game selesai. Dan harusnya hanya butuh mencapai seribu saja, tak perlu ada zombie yang mati.
20 april 2014
23:59
0 komentar:
Posting Komentar