"Mamii, kebaya mbak gita ditaro mana?" || "Itu loh di lemari papi...."
Lemari papi. Begitu mami menyebutnya, atau menamainya. Di kamar saya (dan ibu saya, karena kami tidur berdua) terdapat dua lemari baju, yang satu berwarna hitam dan yang satunya berwarna cokelat. Untuk lemari yang berwarna hitam, kami biasa menyebutnya dengan "lemari papi", dan untuk lemari berwarna cokelat kami menyebutnya lemari lainnya, lemari cokelat, atau sebutan acak lainnya. Hanya lemari hitam di dalam kamar saya yang mempunyai sebuah nama "lemari papi".
Lemari papi, disebut demikian karena tadinya lemari tersebut digunakan untuk menyimpan baju-baju papi. Saya lupa apakah dulu lemari tersebut dipakai juga untuk menyimpan baju-baju mami, tapi memang lemari itu lebih banyak menyimpan pakaian papi. Jangan tanya juga sejak kapan lemari tersebut ada di kamar, saya tidak tahu. Mungkin dari sebelum saya lahir. Ah, ternyata saya masih kurang perhatian dengan benda-benda di sekitar.
Lemari papi kini tak lagi menyimpan baju-baju papi. Papi telah berpulang tiga belas tahun lebih tujuh bulan yang lalu. Lemari papi kini beralih fungsi menjadi tempat penyimpanan baju-baju saya dan mami. Saya pun sempat mencari-cari siapa tau masih ada baju, celana, sapu tangan, atau apapun milik papi yang tertinggal di dalamnya. Tapi nampaknya sudah tidak ada lagi. Memang sudah belasan tahun papi berpulang, dan wajar jika barang-barangnya sudah tak ada lagi, namun baru kali ini saya kembali menyadari ada sesuatu yang hilang, yang tadinya ada menjadi tiada, dan saya tidak bisa berbuat apa-apa atas kehilangan tersebut, selain merindu dan merajut doa merdu.
Sekalipun tak ada lagi hadirmu di sini, lemarimu pun tak lagi menyimpan barang-barangmu, tapi ada yang abadi menyimpan semua tentangmu, papi. Di dalam hati. I do miss you. Sampai berkumpul lagi!
August 1st, 2013